About Dream #1
I know that Allah knows what’s best for me, more than anyone else ever could
Looking back to 2015, at the first day I moved to dormitory, living far from my family for the first time to continue my study, my parent gave me this Al-Qur’an. I wrote this using a sticky note on the back of my Al-Qur’an:
‘Hai Calon Mahasiswi FMIPA ITB’18 :) 1000 Hari Lagi’
note: There is ‘A thousand days’ tradition in my high school back then, we spent 3 years together and it can be counted as 1000 days, that’s why we always called it as ‘1000 Hari’ or ‘1000 Days’.
It was a 15-year-old girl’s dream, and she worked hard to achieve that for the next 3 years. Studying day and night, always praying after every shalat, I also had the support and prayers from my parents and everyone around me.
“Yaa Allah, if my dream brings me closer to You, and if You are ridho with it, please help me get closer to my dream. Please make it easy for me, Yaa Allah.”
Back in high school, I remember how we all prayed for each other, hoping we’d get accepted into the universities and majors we wanted. Even now, I still keep the little notes of my friends’ dreams in my notebook.
At that time, I was only focused on making my dream come true: getting into FMIPA ITB and being accepted into the Physics program. When I applied for SNMPTN in 2018, I only chose one option, FMIPA ITB, even though I had 3 options. My mindset was, if I didn’t get in, I still had the chance to fight for SBMPTN.
Yeah, I was pretty idealistic back then *until now actually*
It was easy to talk about it now, but I remember crying my eyes out day and night to my parents. Why did I only choose one option? What if I didn’t get in? There was this small part of me that regretted not maximizing my chances for SNMPTN, regardless of the major or the university.
It was Monday, two days after high school graduation, my first day at Bimbel Nurul Fikri Padang, and a day before the SNMPTN results were announced. I was crying a lot, calling my parents because I was so scared. My preparation for SBMPTN wasn’t long as the others who had been studying at bimbel (some even for a year) and my friends. I was terrified about not passing SNMPTN, especially because I only chose one option. If I didn’t get in, I knew I’d have to work even harder for SBMPTN.
But Allah heard my prayers, my parents’ prayers, my family’s prayers, and my friends’ prayers. On Tuesday, April 17, 2018, I was accepted into my first and only choice for SNMPTN: FMIPA ITB. My dream came true. I immediately broke down in tears and called my parents.
After 3 long years of working hard for this dream, it finally paid off. That 15-year-old girl’s dream came true. Accepted to FMIPA ITB wasn’t just an academic achievement for me; it was a reminder of how faith, persistence, and prayer can bring you closer to what you want, as long as it aligns with Allah’s will. It’s also a reminder for myself that every step we take, with effort and prayer, will lead to something, whatever the outcome may be — even if the road isn’t always smooth. It’s like… you work hard, you pray hard, and sometimes life throws you a plot twist, but hey, it all counts in the end, right?
Seoul, September 17, 2024.
Syifa Hilya Tsaniya
Tentang mimpi #1
Aku tau Allah lebih tahu tentang apa yang terbaik bagiku, lebih dari siapapun
Flashback ke tahun 2015, pada hari pertama aku pindah ke asrama, untuk pertama kalinya tinggal jauh dari keluargaku untuk melanjutkan studi, ayahku memberiku Al-Qur’an ini. Aku menulis ini menggunakan sticky note di bagian belakang Al-Qur’an-ku:
‘Hai Calon Mahasiswi FMIPA ITB’18 :) 1000 Hari Lagi’
Ada tradisi ‘Seribu Hari’ di SMA-ku dulu, kami menghabiskan 3 tahun bersama dan itu hampir 1000 hari, itulah mengapa kami selalu menyebutnya ‘1000 Hari’.
Itu adalah sebuah mimpi gadis 15 tahun, dan dia berusaha keras untuk mewujudkan mimpinya tersebut. Belajar siang dan malam, selalu berdo’a setiap selesai shalat, serta dukungan dan do’a dari orang tua dan lingkungan.
“Ya Allah, jika mimpiku membuatku menjadi dekat dengan-Mu, dan Engkau ridho, tolong bantu dekatkanku dengan mimpiku itu. Tolong permudah jalannya, Ya Allah,”
Saat SMA dulu, aku selalu ingat, bahwa kami selalu saling mendoakan agar bisa lulus di kampus dan jurusan yang kami inginkan. Bahkan hingga saat ini, aku masih menyimpan coretan mimpi teman-teman yang dulu ditorehkan di buku catatanku.
Saat itu aku hanya berpikir untuk mewujudkan mimpiku, lulus di FMIPA ITB dan diterima di jurusan fisika. Bahkan saat memilih jurusan untuk SNMPTN di tahun 2018, aku hanya menggunakan satu kesempatan pilihan, yaitu FMIPA ITB. Prinsipku saat itu adalah, kalua nantinya aku tidak lulus, aku masih memiliki kesempatan untuk berjuang di SBMPTN.
Anaknya memang idealis *cry banyak*
Untuk mengucapkan semua rencana itu sangat mudah, padahal siang malam aku sempat menangis dan mengadu kepada orang tuaku. Mengapa aku hanya memilih satu pilihan? Bagaimana jika nanti aku tidak lulus? Ada satu ruang di hatiku saat itu yang menyesal karena tidak memaksimalkan peluangku untuk lulus di SNMPTN regardless jurusan dan universitasnya.
Saat itu, hari Senin, 2 hari setelah kelulusan SMA, hari pertama belajar di Nurul Fikri Padang, dan sehari sebelum pengumuman hasil SNMPTN. Aku menangis cukup hebat sambil menelfon orang tuaku karena aku begitu takut. Persiapan SBMPTNku yang tidak selama kakak-kakak yang sudah lebih dahulu ikut bimbel (bahkan mungkin setahun), sementara aku hanya belajar sambil tetap harus sekolah. Aku cukup ketakutan saat itu karena takut tidak lulus SNMPTN, sementara aku hanya memilih satu pilihan saja. Jika aku tidak lulus SNMPTN, maka aku harus benar-benar belajar lebih keras lagi untuk SBMPTN.
Allah mendengar doaku, doa orang tuaku, doa keluargaku, dan doa teman-temanku. Selasa, 17 April 2018, ditengah kegelisahanku, aku dinyatakan lulus dipilihan pertama dan satu-satunya untuk SNMPTN, di FMIPA ITB. Mimpiku jadi nyata. Saat itu aku langsung menangis dan menelfon orang tuaku.
Perjalanan panjangku selama 3 tahun menuju mimpi itu akhirnya terbayar. Mimpi gadis 15 tahun itu akhirnya terwujud. Lulus di FMIPA ITB bukan hanya tentang sebuah pencapaian akademik, tetapi juga tentang bagaimana keyakinan, ketekunan, dan doa bisa membawa kita lebih dekat kepada apa yang kita inginkan, selama Allah meridhoi. Ini adalah pengingat bagiku juga, bahwa langkah yang ditempuh dengan usaha dan doa akan membuahkan hasil, apapun itu hasilnya, meski jalannya tidak selalu mudah.
Seoul, 17 September 2024
Syifa Hilya Tsaniya
